Senin, 23 November 2015
Senin, 09 November 2015
5 Misteri : Tidak Bisa Dipecahkan Di Indonesia
Ada 5 Misteri Yang Tidak Bisa Dipecahkan di Indonesia
Dunia
mengenal Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki banyak ragam budaya.
Indonesia juga surganya wisata kuliner yang unik namun tetap nikmat. Terakhir,
Indonesia juga gudangnya misteri yang banyak diburu para arkeolog, hingga
praktisi mistisme. Negeri yang konon gemah ripah loh jinawi ini masih mengubur
misterinya. Menyimpannya rapat-rapat hingga kadang susah untuk dipecahkan.
Berikut lima buah misteri yang berasal dari masa lalu Indonesia. Para peneliti
telah mengusahakan berbagai teori namun tetap gagal untuk menguak isi misteri
yang sesungguhnya. Mari kita simak bersama-sama misteri apa sajakah yang belum
mampu dipecahkan itu. Monggo!
1. Manusia Hobit dari Flores
Sekitar
tahun 2003 silam, tepatnya di Liang Bua, sebuah gua kapur di Flores ditemukan 9
spesimen tulang yang diduga manusia jenis baru. Tubuhnya sangat kecil hingga hanya
mencapai 100 cm saja. Para arkeolog dunia saling beradu argumen dan mengatakan
apakah yang ditemukan benar-benar manusia atau jenis lain, mungkin hewan kera
di zaman purba.
Tulang-tulang yang ditemukan memang kecil, bahkan sampai dijuluki Hobit, manusia kerdil dalam film The Lord of The Ring. Para Arkeolog belum menemukan titik temu tentang siapa gerangan makhluk yang unik ini. Beberapa teori menyebutkan jika ia manusia kuno sebelum Homo Sapien. Semuanya masuk ke Flores dan mengalami isolasi hingga tubuhnya mengerdil. Apa yang terjadi pada makhluk ini dinamai adaptasi evolusioner, dan dinamai Homo Floresiensis.
2. Suku
Lingon, Manusia Bermata Biru dari Hutan Rimba Indonesia
Suku
Lingon adalah sebuah suku yang
tinggal di sekitar Kepulauan Halmahera bagian selatan. Mereka mendiami hutan
belantara dan kadang-kadang keluar untuk mencari makan. Mereka memiliki tubuh
yang besar, tinggi, putih, dan mata yang biru. Dilihat dari ciri fisik mereka
bukan berasal dari ras-ras yang ada di Indonesia, tapi Eropa.
Suku ini diperkirakan berasal dari bangsa Eropa yang kapalnya karam di pesisir
Halmahera. Namun dugaan ini juga masih misteri. Apalagi saat ini suku Lingon
juga dipercaya sudah punah di daerah Halmahera. Di masa lalu suku Lingon
dianggap jahat oleh penduduk lokal, mereka dianggap kanibal dan memiliki sihir.
Meski demikian banyak wanita dari suku Lingon yang cantik ditangkap untuk
dinikahi.
3. Situs Megalitikum Gunung
Padang
Gunung
Padang adalah nama sebuah situs megalitikum yang paling besar di Indonesia,
bahkan Asia Tenggara. Situs ini memiliki luas wilayah 20 kali luas Borobudur
dan ketinggian mencapai 220 meter. Arkeolog sampai saat ini masih ingin
menggali dan menemukan fakta tentang siapa saja orang dibalik pembuatan situs ini.
Dan berasal dari era mana.
Misteri Gunung Padang masih menjadi buah bibir di kalangan peneliti dan juga
traveler. Banyak dari mereka yang meyakini jika usia dari situs ini lebih tua
dari Borobudur dan seangkatan dengan piramida di Mesir. Saat ini situs yang
terletak di Cianjur, Jawa Barat ini banyak digunakan orang untuk semedi,
mencari wangsit, dan lain sebagainya. Situs ini dipercaya memiliki daya magis
yang sangat besar.
4. Misteri Suku Berekor dari
Kalimantan
Pada
tahun 1879 seorang pelancong asal Norwegia bernama Carl Alfred Bock
menjelajah Borneo atau Kalimantan. Saat sampai di Kalimantan ia mendapat berita
tentang adanya manusia berekor. Akhirnya ia meminta jasa kepada seseorang yang
dipercaya melihat dan tahu letak orang berekor yang disebut oleh penduduk lokal
dengan “Orang boentoet”.
Lelah mencari akhirnya Carl menyerah. Manusia berekor tak pernah ditemukan.
Meski demikian banyak warga lokal yang mengatakan pernah melihat manusia unik
ini. Mereka tinggal di hutan dan hanya keluar di saat tertentu. Bertemu dengan
makhluk itu adalah sebuah keberuntungan.
5. Piramida Sadahurip di Garut
Sebuah
Piramida ternyata juga ditemukan di Indonesia. Orang-orang menyebutnya Gunung
Sadahurip dan saat ini telah ditumbuhi banyak tanaman. Piramida ini awalnya
dianggap gunung atau bukit biasa oleh penduduk setempat. Namun jika dilihat
secara lebih detail, bentuknya mirip limas yang merupakan ciri khas piramida.
Peneliti masih melakukan pemetaan piramida ini. Dugaan sementara menyebutkan
jika piramida ini benar-benar buatan manusia. Bahkan usianya melebihi usia
Piramida Giza di Mesir yang terkenal sangat megah. Hingga saat ini, piramida
ini belum jelas asal-usulnya. Dan bangsa apa yang kira-kira membangunnya.
Itulah misteri dari masa lalu Indonesia yang tak juga bisa dipecahkan hingga
sekarang. Sekarang terbukti kan jika Indonesia juga surganya misteri. Peradaban
negeri ini di masa lalu meninggalkan jejak yang patut kita buka semuanya.
Dengan begitu Indonesia akan lebih bangga dengan sejarahnya.
Apa Kata
Dunia yah ?
"Akan-kah Waduk Jatigede dengan segala Klenik-nya bisa seperti itu???"
"Akan-kah Waduk Jatigede dengan segala Klenik-nya bisa seperti itu???"
Kamis, 05 November 2015
Benda Misterius akan Jatuh Pertengahan Bulan ini, Nopember 2015
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Diberitakan Nature, 23 Oktober 2015 lalu, ilmuwan memprediksi
bahwa massa jenis obyek itu rendah dan punya rongga. Jadi, ilmuwan
memperkirakan, obyek itu adalah buatan manusia.
Ada beberapa perkiraan tentang asal-muasal obyek. Salah satunya,
bisa jadi sampah antariksa itu adalah sisa-sisa dari misi Apollo pada akhir
tahun 1960-an.
Sementara awam mungkin takut akan adanya sampah antariksa yang
jatuh ke bumi, ilmuwan justru berbahagia. Jatuhnya WT1190F akan dimanfaatkan
untuk melatih kemampuan melacak obyek antariksa yang jatuh ke bumi.
Di sekitar bumi, terdapat asteroid-asteroid yang lalu lalang.
Ilmuwan menyebutnya "near-earth asteroid". Sewaktu-waktu, asteroid
itu bisa jatuh ke bumi dan membahayakan.
Dengan melatih kemampuan melacak asteroid, ilmuwan ke depan bisa
melakukan mitigasi bencana yang diakibatkan oleh obyek antariksa, mencegah
kasus masa punahnya dinosaurus 56 juta tahun lalu terulang.
"Apa yang kami rencanakan sepertinya bisa berjalan,"
kata Gerhard Drolshagen, co-manager Badan Antariksa Eropa di Noordwijk,
Belanda.
Masyarakat awam sendiri bila beruntung bisa menyaksikan jatuhnya
sampah antariksa itu. Sampah itu bisa terlihat seperti meteor ketika jatuh ke
bumi.(*)
Sejarah Tarekat di Dunia Islam
SEJARAH TAREKAT DI DUNIA ISLAM
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
TAREKAT pertama kali muncul pada abad ke-6 dan 7 Hijriah, ketika tasawuf menempati posisi penting dalam kehidupan umat Islam dan dijadikan sebagai falsafah hidup.
Pada periode ini, tasawuf memiliki aturan, prinsip dan sistem khusus. Sedangkan sebelumnya tasawuf dipraktikkan secara individual tanpa adanya ikatan satu sama lain.
Dalam perkembangan selanjutnya, tarekat menjdi semacam organisasi atau perguruan dan kegiatannya pun semakin meluas, tidak terbatas hanya pada zikir dan wirid atau amalan-amalan tertentu saja.
Bahkan, ada beberapa tarekat yang melibatkan diri dalam kegiatan politik, seperti Tarekat Sanusiyah yang menentang penjajahan Italia di Libya, Tarekat Tijaniyah yang menentang penjajahan Prancis di Afrika Utara, dan Tarekat Safawiyah yang melahirkan kerajaan Safawi di Persia (Iran).
Selanjutnya tarekat makin berkembang secara luas di berbagai belahan dunia.
Beberapa yang terkenal adalah Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syattariyah, Rifaiyyah, Tijaniyah dan Sammaniyah.
Dan di Indonesia sendiri terdapat asosiasi atau organisasi yang membawa tarekat yang mu’tabar (terkenal dan diakui).
1. Bektasyi Bektasyi Veli Kir Sher Turki
2. Bustamiyah Abu Yazid al-Bustami Jabal Bistam Iran
3. Gulsyaniyah Ibrahim Gulsyani Kairo Mesir
4. Haddadiyah Sayid Abdullah bin Alwi Bin Muhammad al-Haddad
Hijaz Arab Saudi
5. Idrisiyah Sayid Ahmad bin Idris Bin Muhammad bin Ali Asir
Arab Saudi
6. Ightbasyiyah Syamsuddin Magnesia Yunani
7. Jalwatiyah Pir Uftadi Brusa Turki
8. Jamaliyah Jamaluddin Istanbul Turki
9. Kabrawiyah Najmuddin Khurasan Iran
10. Khalwatiyah Umar al-Khalwati Kayseri Turki
11. Maulawiyah Jalaluddin ar-Rumi Konya Anatolia
12. Muradiyah Murad Syami Istanbul Turki
13. Naqsyabandyah Muhammad bin al-Uwaisi Al-Bukhari
al-Naqsyabandi Qadri Arifan Turki
14. Niyaziyah Muhammad Niyaz Lemnos Turki
19. Syattariyah Abdullah al-Syattar India
20. Syaziliyah Abul Hasan Ali Al-Syazili Makkah Arab Saudi
21. Qadiriyah Abdul Qadir al-Jailani Baghdad Irak
22. Tijaniyah Abul Abbas Ahmad bin Muhammad At-Tijani Fes Maroko
23. Umm Sunaniyah Syekh Ummi Sunan Istanbul Turki
24. Wahabiyah Muhammad bin Abdul Wahhab Nejd Arab Saudi
25. Zainiyah Zainuddin Kufah Irak
Itulah sekilas sejarah asal muasal Tarekat , dicutat dari Sejarah Islam Abad ke dua dan kutipan Tahun 2015.
Rabu, 04 November 2015
Job.Order CURUGMAS Tahun 2009-2011
=======================================================================
1. Job.Order : Pasir Sirtu
Owner : PT.Unggul Sejati Indonesia (USI)
Mencont : Jatigede Dam Project
Dokumentasi :
1. Job.Order : Pasir Sirtu
Owner : PT.Unggul Sejati Indonesia (USI)
Mencont : Jatigede Dam Project
Dokumentasi :
2. Job.Order : Pengadaan Compresor
Owner : PT.Waskita Karya (Persero)
Mencont : Jatigede Dam Project
Dokumentasi :
TEMBONG AGUNG CIKAL BAKAL KARAJAAN SUMEDANG LARANG
________________________________________________________________________
Kerajaan
Sumedang Larang adalah salah satu dari berbagai kerajaan Sunda yang ada di
Prov. Jawa Barat, Indonesia. Meski tersimpul nama “Sumedang” namun tidak
berarti bahwa Sumedang Larang sama dengan atau serupa dengan Sumedang. Sumedang
Larang adalah nama suatu kerajaan, sedangkan Sumedang adalah nama negara induk,
suatu kabupatian inti kerajaan Sumedang Larang. Jadi,kerajaan Sumedang Larang
mencakup Pamanukan, Indramayu, Sukapura, Bandung, Parakan Muncang, dsb.
Pada
abad ke-16 zaman jayanya kerajaan Pakuan Pajajaran,Sumedang Larang merupakan
kerajaan daerah atau kerajaan bawahan. Kemudian anta 1575 menjadi kerajaan yang
merdeka secara “de facto” karena kekuasaan kerajaan Pajajaran sudah tidak
nampak lagi di Sumedang Larang.
Asal
Mula Nama
Mulanya
kerajaan ini merupakan padepokan Tembong Agung (Tembong = nampak; Agung =
luhur) yang didirikan Sanghyang Resi Agung (Aria Bima Raksa) di kampung
Muahara, Leuwihideung, Darmaraja. Di sinilah beliau mempersiapkan Adji Putih,
puteranya untuk menjadi pemimpin yang tangguh.
Kehadiran
padepokan Tembong Agung dapat mendorong terhadap perkembangan keagamaan dan
kebudayaan,secara perlahan padepokan tersebut menjadi pusat penyebaran agama
dan budaya Sunda. Dalam perkembangannya menjadi kerajaan Tembong
Agung,didirikan oleh Prabu Guru Adji Putih pada saat purnama bulan Muharram,
dengan menobatkan Adji Putih sebagai pemangku kerajaan Tembong Agung(pada abad
ke-XII).
Beliau
menikah dengan Dewi Nawang Wulan (keturunan kerajaan Galuh) dan dikaruniai 4
putera, yaitu: Bratakusumah, Sokawayana, Harisdarma dan Langlangbuana.
Ketika
Bratakusumah disuruh ayahnya bertapa di gunung Nurmala selama 21 hari 21
malam,pada malam ke-21 beliau melihat segumpal sinar turun ke
bumi,berputar-putar di atas gunung,menukik di sekitar pertapaan. Gumpalan sinar
menyembur ke setiap arah hingga pertapaan terang benderang.
Bratakusumah
berkata pada pengawalnya:”insun medangan larang tapa”(aku melihat cahaya terang
benderang di petapaan).
Pada
hari k-21, Bratakusumah dipanggil ayahnya dan pada saat terang bulan dinobatkan
menjadi Pemangku Kerajaan Tembong Agung dengan gelar Prabu Tadjimalela. Beliau
mengganti nama kerajaan menjadi Sudang Larang (dari kata insun medangan larang
tapa) yang akhirnya hingga kini pengucapannya menjadi Sumedang.
Pada
acara haol para ulama/sesepuh Kaum, SMD tahun 2006, KH.Muhyiddin AQA MA berkata
bahwa Sumedang berasal dari kata ”shomadan” (salah satu asmaul husna), artinya
yang dibutuhkan (tempat meminta)
===========================================================
Cikal
Bakal Kerajaan Sumedanglarang
1.
Sanghyang Resi Agung (Aria Bima Raksa)
Berdasarkan sumber historiografi tradisional cikal bakal berdirinya kerajaan
Sumedanglarang berawal dari kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya nampak dan
Agung artinya luhur).
Berdirinya
kerajaan Tembong Agung sangat erat kaitannya dengan kerajaan Galuh Pakuan yang
didirikan oleh Wretikandayun
Prabu
Wertikendayun penguasa kerajaan Galuh Purwa mempersunting Ratu Candraresmi
melahirkan tiga putra yang bernama:
1.
Sempak waja, yang menjadi penguasa Saunggalah
2. Jantaka, penguasa denuh
3. Mandiminyak yang menjadi penerus Galuh
Mandiminyak
mempunyai kesempurnaan dibandingkan saudaranya Sempakwaja dan Jantaka yang
lahir dalam keadaan cacat fisik, Mandimiyak pemuda yang Tampan rupawan,
Cerdas,dan memiliki bakat kepemimpinan sehingga timbul kecemburuan
saudara-saudaranya setelah mandiminyak menikah dengan putri cantik rupawan.
Untuk
mengobati kecemburuan Sempakwaja dan Jantaka maka Prabu Wertikendayun
menikahkan Sempakwaja dengan Pwah Rababu persembahan dari kerajaan Saunggalah
dan setelah menikah sempakwaja bermukim di Galunggung dan melahirkan putra
PURBASORA.
Sedangkan
Jantaka dinikahkan dengan Dewi Sawitri, setelah menikah Jantaka serta Dewi
Sawitri mengikuti Sempakwaja bermukim di Galunggung karena merasa tidak layak
tinggal di istana pindah ke Denuh dan melahirkan BIMARAKSA alias Aki
Balagantrang nama yang termashur ditatar sunda.
Prabu
Mandiminyak lengser keprabon kemudian menobatkan BRATASENAWA (Sangsena) menjadi
pemangku kerajaan Galuh, penobatan tersebut mendapat reaksi dari kalangan
pengagung,karena Bratasenawa lahir tidak melalui perkawinan yang syah, tetapi
hasil perselingkuhan Prabu Mandiminyak dengan Pwah Rababu istri Sempakwaja yang
tidak lain kakak iparnya Prabu mandiminyak sendiri.
Arya
Bimaraksa dan Purbasora menyusun pasukan dengan merekrut rakyat limbangan dan
sumedang bergabung dengan pasukan Purbasora lalu menyerbu istana Galuh.
Sehingga
terjadi perang saudara dan Purbasora berhasil merebut istana Galuh namun
Bratasenawa berhasil meloloskan diri ke gunung Merapu sehingga selamat dari
gempuran Pasukan Purbasora.
Setelah
Istana Galuh dikuasai Purbasora menjadi pemangku kerajaan kemudian mengangkat
Arya Bimaraksa menjadi Patih dan menikah dengan Dewi Komalasari dan hasil
pernikahannya melahirkan :
1. Adji
Putih
2. Usoro
3. Siti putih
4. Sekar Kencana
Diawal
kekuasaanya Purbasora mengikis habis pengikut Bratasenawa, Sementara
Bratasenawa mendapa bantuan politik dari penguasa Kerajaan Kalingga
utara,Kemudian Candraresmi menobatkan Bratasenawa menjadi Pemangku kerajaan
Kalinggautara kemudian menikah dengan Sanaha melahirkan Raden Sanjaya,
Kehadiran Sandjaya diKalingga utara membuat kekhawatiran Prabu Purbasora bahwa
Sandjaya akan membalas dendam kekalahan ayahnya Bratasenawa sebagai penguasa
sah Galuh.
Dugaan
tersebut menjadi kenyataan Istana Galuh diserang oleh pasukan Sandjaya didalam
pertempuran Prabu Purbasora diusia tuanya gugur ditangan Sandjaya.
Sedangkan
Patih Bimaraksa beserta keluarganya berhasil meloloskan diri kedalam hutan
belantara dan pasukan sondjaya kehilangan Jejak Patih Bimaraksa.Patih Bimaraksa
beserta keluarganya melakukan perjalanan yang sangat jauh kearah utara
melintasi hutan lebat dan melintasi gunung penuh. Mandalasakti, Gunung
SangkanJaya, Gunung Nurmala dan berakhir dikampung Muhara Leuwi Hideung
Darmaraja. Disanalah Bimaraksa mendirikan Padepokan Tembong Agung sekaligus
mendidik putranya Adji putih yang dipersiapkan sebagai Pemimpin yang tangguh.
Berdirinyanya
kerajaan Tembong Agung Menarik Simpati para resi tatar sunda agar bisa
mengatasi ambisi Prabu Sandjaya merebut dan menaklukan kerajaan-kerajaan
berpengaruh ditatar sunda. Prabu
Sandjaya berhasil menggabungkan kerajaan MedangJati, kerajaan Indraprahasta dan
kerajaan Galuh. Kemudian mengangkat Patih Saunggalah (Kuningan) yaitu
Wijayakusumah menjadi pemangku kerajaan Galuh.
Sementara Sanjaya pergi ke arah timur (Bhumi Mataram) dan mendirikan kerajaan
(Wangsa Sanjaya), Namun tidak berlangsung lama berkuasa kemudian Wijaya Kusumah
digantikan oleh Prabu Permadikusumah.
Diawal
kekuasanya memindahkan kerajaan/keraton Galuh ke daerah Bojong Galuh Karang
Kamulyan (Ciamis) kemudian mengangkat patih Agung Arya Bimaraksa, dan
mengangkat Tamperan Barmawijaya (putra Prabu Sandjaya) menjadi mentri muda
kedudukanya sebagai Strategis Tempur/Perang.
Hubungan Prabu Permadikusumah dengan Patih Arya Bimaraksa bertambah dekat dan
Harmonis setelah menikahkan Dewi Naganingrum keturunan Prabu Purbasora untuk
mengikis persetruan saudara dimasa lalu.
Kehadiran
Bimaraksa diistana Galuh punya peranan cukup besar dalam perkembangan kerajaan
Galuh yang semakin besar besar pengaruh dan disegani kerajaan-kerajaan ditatar
sunda. Karena Arya Bimaraksa sangatlah matang dibidang ketatanegaraan,keagamaan
dan budaya sunda dan mendapat anugerah dengan sebutan Tribuana Tangtu Artinya:
Tiga Perkara yang dapat menentukan baik dan buruk sebuah negara yaitu:
1.
Rama = Sosok yang dituakan sebagai penasihat kerajaan
2. Resi = Sosok yang dipandang berwibawa dan menguasai ilmu hukum dan
kepemimpinan, tugasnya mengawal dan mengarahkan jalanya pemerintahan.
3. Ratu = Pemimpin Pemerintahan
Namun
Terjadi pergantian kekuasaan oleh Prabu Tamperan Barmawijaya (Arya Kebonan)
putra Sanjaya. Pasukan sunda ingin menghilangkan sisa-sisa orang Galuh yang
berpengaruh akibatnya terjadi pertempuran.
Ki
Balagantrang (Arya Bimaraksa) berhasil meloloskan diri dari pasukan Sunda pada
malam pembinasaan Prabu Purbasora oleh Rakai Sanjaya kemudian tinggal di Geger
Sunten (sekarang kampung Sodong Desa Tambaksari Kecamatan Rancah, Ciamis).
Ki
Balagantrang berserta pengikutnya berupaya menghimpun kekuatan untuk merebut
kembali Galuh dari tangan Keturunan Sanjaya. Sebagai patih kawakan dan cucu
Prabu Wretikandayun, Balagantrang mudah memperoleh pengikut dan pendukung,
akhirnya Ki Balangantrang berhasil mendekati cicitnya Sang Manarah (Ciung
Wanara) melalui tangan Manarah ini Ki Balagantrang berhasil merebut Galuh
kembali, serangan dilakukan ketika diadakan acara sabung ayam (panyawungan)
kerajaan (antara Ciung Wanara dan Tamperan Barmawijaya) putra Sanjaya.
Ketika
akan melangsungkan persiapkan serangan ke Galuh, putra Ki Balagantrang yaitu
Guru Aji Putih mendirikan kerajaan Tembong Agung di Sumedang dan menjadi
kerajaan bawahan Galuh.
Setelah
berhasil merebut Galuh, tahta kerajaan diserahkan kepada Manarah dan Ki
Balagantrang/Aria Bimaraksa pesiun sebagai patih Galuh. Dan menjadi Resi Batara
Agung.
Ki
Balagantrang mempunyai beberapa orang anak yang salah satunya Guru Aji Putih
Dalam Kitab Waruga Jagat bahwa Prabu Guru Aji Putih merupakan putra dari Ratu
Komara keturunan Baginda Syah, putra Nabi Nuh yang ke-10.
Prabu
Guru Aji Putih awalnya mendirikan padepokan di Citembong Agung Girang Kecamatan
Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa Leuwi Hideung Kecamatan
Darmaraja kemudian mendirikan kerajaan Tembong Agung.
Prabu
Guru Aji Putih dari hasil pernikahan dengan Dewi Nawang Wulan (Ratna Inten)
memiliki empat orang putra; yang sulung bernama Batara Kusumah atau Batara
Tuntang Buana yang dikenal juga sebagai Prabu Tajimalela .yang kedua Sakawayana
alias Aji Saka, yang ketiga Haris Darma dan yang terakhir Jagat Buana yang
dikenal Langlang Buana.
Kemunculan
kerajaan Tembong Agung mulai diperhitungkan oleh kerajaan lain, Tembong Agung
mendapat pengakuan dan dukungan penuh dari Galuh, sebab Dewi Nawang Wulan
adalah keponakan dari Prabu Purbasora selain kedudukan Aria Bimaraksa sebagai
Maha Patih mempunyai peranan penting di Galuh sehingga memberikan pengaruh yang
besar kepada Tembong Agung, selain itu pengakuan diberikan pula Prabu Resi
Demunawan penguasa kerajaan Saung Galah, Resi Demunawan merupakan putera dari
Prabu Batara Sempakwaja. Serta penguasa Galuh (Hariang Banga dan Sang Manarah).
Prabu
Aji Putih kemudian menyerahkan tahta kepada Prabu Tajimalela
(Bratakusumah/Cakrabuana/Pancarbuana/Darmawisesa/Resi Tungtang Buana), setelah
itu Prabu Aji Putih menjadi Resi di Bagala Asih Panyipuhan di Cipeueut, Prabu
Guru Aji Putih menjadi maha guru Prabu Guru Aji Putih menganut ajaran Sunda
Wiwitan/Agama Sunda (Sunda=Suci) yang mengakui Sang Pencipta itu tunggal. Agama
Sunda sudah dianut oleh masyarakat Sunda kuna sebelum agama Hindu menyebar di
tatar Sunda dan sudah ada sebelum Dewarman bertahta di Salakanagara (130 –
168).
Agama
Sunda/Sunda wiwitan menganut faham Monotheisme (Satu Tuhan) seperti digambarkan
dalam Pantun Bogor : “Nya INYANA anu muhung di ayana, aya tanpa rupa aya tanpa
waruga, hanteu kaambeu-ambeu acan, tapi wasa maha kawasa di sagala karep
inyana”. Dalam Sahadat Pajajaran bahwa inti ajaran Agama Sunda hampir mirip
dengan Surat Al Ikhlas.
Agama
Sunda memberikan ajaran tentang proses hidup manusia sejak lahir, hidup, mati
dan menitis secara reinkarnasi. Pada hakekatnya ajaran Agama Sunda mengajarkan
“Orang Sunda kudu Nyunda”.
Prabu
Guru Haji Aji Putih menciptakan beberapa karya sastra yang bernafaskan Islam
salah satunya Ilmu Kacipakuan, Sir Budi Cipta Rasa, Sir Rasa Papan Raga, Dzat
Marifat Wujud Kula, Maring Purbawisesa, Terahwisesa, Ratu Galuh (Getaran jiwa
adalah untuk menciptakan perasaan, perasaan untuk menghidupkan jasmani. Dzat
untuk mengetahui diri sendiri, untuk mendekatkan diri dengan Tuhan pencipta
alam semesta, untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan dan mengetahui hati nurani,
Cahaya Hati/Nurani).
Ketika
Prabu Aji Putih sedang berkotemplasi di Cipeueut beliau mendengarkan suara
tanpa wujud yang menginformasikan, “suatu saat kearifan akan muncul dari pintu
Mekah sampai ke Pulau Ujung, Orang berbondong-bondong mencari kearifan, namun
mereka tidak tahu Arif seperti apa”. Prabu Aji Putih bersama istrinya mengikuti
petunjuk dan pergi ke Tanah Suci Mekah dan bertemu dengan Sayidina Ali. Prabu
Aji Putih kemudian berguru ilmu tarikat, syariat, hakikat, dan marifat lalu
masuk Islam dan kemudian naik haji, beliau kemudian bergelar Haji Purwa
Darmaraja, haji pertama di Darmaraja. Sebelum pulang Prabu Aji Putih disuruh
membuat masjid dan tujuh tempat wudlu. Ketika Pulang ke Darmaraja beliau
mendirikan Masjid di Gunung Masigit dan Tujuh tempat wudlu di tujuh muara
sungai Cimanuk yang diberi nama Cikajayaan, Cikahuripan, Cilemahtamba,
Cikawedukan, Cikatimbulan, Cimaraja, dan Cisundajaya.
Prabu
Aji Putih setelah kembali ke Padepokan Cipeueut Bagala Asih Panyipuhan kemudian
merubah namanya menjadi Kabuyutan Cipaku, Cipaku Pakuning Alam, mengajarkan
Islam dari mulai Ilmu Tauhid atau Ilmu Cipaku yaitu mendekatkan diri dengan
Tuhan atau disebut Marifat. Ilmu Marifat Cipaku dikenal dengan Ilmu Cipaku,
“Sir budi cipta rasa, sir raga papan rasa, dzat marifat wujud kaula maring
Alloh, maring malaikat, maring khodan karomah suci, maring isun sajerning urip,
lailahailalloh muhamaddarosululloh”, dari sanalah para murid Prabu Aji Putih
mulai mengenal Islam dan menyebutnya Agama Suci.
Prabu
Guru Haji Aji Putih (Eyang Haji) dikenal juga dengan ilmu Haji Bathin, karena
Abad ke-7 sangat sulit untuk pergi ke Tanah Suci Mekah dan juga apabila ada
saudara, tetangga, atau di sekitar kampung terdapat yang masih sengsara
sandang, pangan, dan papan maka tidak perlu pergi ke Tanah Suci naik Haji
sepertinya dirinya tapi cukup Haji Bathin saja, untuk sementara diwakilkan oleh
Eyang Haji, lebih penting menolong yang lebih membutuhkan dahulu. Hal tersebut
tentu sejalan dengan Rukun Islam yang kita ketahui pertama adalah syahadat,
kedua shalat, ketiga puasa, ke empat shodakoh, ke lima naik haji ke Baitulloh.
Zaman
sekarang justru terbaik orang berbondong-bondong naik haji ke tempat Suci ingin
bergelar Haji kadang tidak melirik saudara dan lingkungan disekelilingnya yang
masih kesulitan dan kesusahan.
Sejalan
dengan Rukun Islam tentang pentingnya Syahadat Eyang Haji pun Abad ke-7 sudah
berfikir begitu pentingnya pemahaman tentang Syahadat agar menjadi Ikrar Raga
dan Bathin bahwa kita manusia berserah diri kepada Alloh SWT Tuhan Semesta
Alam.
Eyang
Haji kemudian mengajarkan Ilmu Marifat Cipaku yaitu, “Sang kuncung batara
wenang, sanika ku Alloh langit ngait jagat rapak, tarima badan kaula sirna
adam, Hu Alloh, Hu Alloh, Hu Alloh, Hu Alloh, lailahaillalloh
muhammaddarosululloh.”
Hartosna:
"sang teh hiji, kuncung buuk dina embun-embunan ngacung ka luhur, batara hartina
maha pinter, sari sanika tegesna pangersana, langit kawas dikaitkeun, jagat
kawas diamparkeun, tumampa yen kaula hirup sanggeusna adam mulang ka alam
langgeng. Alloh Maha Agung, teu aya deui nu wajib di sembah lintang ti Alloh,
muhamad rosul Alloh. Artinya kita berserah diri dari ujung rambut yang paling
atas sampai seluruh badan hanya kepada Alloh SWT yang wajib disembah.
Bagi
Eyang Haji sesuai rukun Islam yang paling penting adalah Sahadatnya atau
Ikrarnya untuk memahami diri manusia sebagai Mahluk Ciptaan Alloh SWT oleh
karenanya beliau membuat Sahadat Darmaraja untuk para Raja yang ingin
mengabdikan diri menjadi Raja (Darma = Bakti, dan Raja Pemimpin), “Nu nangtung
tampa kurungan, teu hérang tampa karangan, nu ngadeg di sanghyang téja henteu
aya di buana panca tengah, deg, deg, deg, deg, deg, pancakomara. Lailahailalloh
muhammadurrosululloh.
Hartina :
"nu ngadeg taya wujudna, nu herang taya wadahna, nu ngadeg di alam lelemut teu
aya di alam manusa, panceugkeun lama kawibawaan. Teu aya anu wajib disembah
lintang Alloh, Muhamad utusan Alloh. Artinya adalah bahwa ketika menjadi Raja
harus mengukuhkan kewibawaan dengan cara berserah diri kepada Alloh SWT. Eyang
Haji mengajarkan Ilmu Marifat tersebut di Situs Cipeueut Aji Putih.
Dalam
Babad Darmaraja diceritakan setelah mengetahui adanya agama baru (Islam) yang
hampir mirip dengan Agama Sunda maka Prabu Guru Aji Putih berangkat menuju
Mekkah untuk menpendalam Agama Islam, sehingga Prabu Guru Aji Putih dikenal
juga sebagai Prabu Guru Haji Aji Putih atau Haji Purwa Sumedang yang berarti
orang Sumedang pertama berangkat Haji. Prabu Guru Haji Aji Putih adalah orang
jawa yang masuk islam dan berdakwah di wilayah bawahan kerajaan Sunda Galuh.
Setelah
wafat Prabu Guru Haji Aji Putih dimakamkan di Situs Astana Cipeueut terletak di
Kampung Cipeueut Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja Sumedang. Makam Prabu Guru
Haji Putih terletak tak jauh dari makam ayahnya Sanghyang Resi Agung (Arya
Bimaraksa) dan Dewi Nawang Wulan istrinya.
===========================================================
Tembong
Agung Dalam Babad Darmaraja
Dalam
Babon Darmaraja yang datang pertama kali ke wilayah yang sekarang dinamai
Darmaraja itu adalah kaum awam antara lain pemburu hewan dan pengembara. Mereka
hidup disana kemudian datang juga golongna resi yang menyebarkan agama.
Salah
satu yang datang ke tempat itu Sanghiyang Resi Agung dari Nagri Galuh dan
membuat padepokan di Cipeueut (Desa Cipaku Darmaraja, red) pinggir Sungai
Cimanuk. Kemudian datang juga Guru Aji Putih ke tempat yang kini bernama
Leuwihideung. Saat itulah mulai berdiri kerajaan Tembong Agung.
Guru
Aji Putih inilah yang menyebarkan agama Islam di Sumedang dan dia adalah orang
pertama yang bergelar haji karena berangkat ke Mekah untuk memperdalam agama
Islam. Nama Aji Putih pun berubah menjadi Guru Haji Aji Putih atau Haji
Darmaraja. Makam Prabu guru Aji Putih itu kini berada di Pajaratan Landeuh Desa
Cipaku.
Sumedanglarang
sendiri muncul saat Tajimalela berkuasa di wilayah ini. Tajimalela saat itu
berseru Insun Medal Madangan ketika selesai bertapa brata. Namun tak ada yang
pasti apa arti kalimat itu. “Dari cerita-cerita di masyarakat maksudnya kula
lahir di tempat ieu (madangan=tempat nyampurnakeun). Nama itu berubah melalui
proses nasal (istilah basa) Sumedang Rarang dan menjadi Sumedang Larang,” kata
Dharmawan yang lebih dikenal dengan nama Aki Wangsa yang juga pengarang buku
Rucatan Budaya Bumi Sumedang.
Tajimela
ini kemudian menyerahkan kekuasan kepada ketiga anaknya Sunan Ulun, Prabu Lembu
Agung dan Prabu Gajah Agung yang akan menjadi raja dengan menyebutkan siapa
yang membelah dewegan (kelapa muda) dan ada airnya dialah yang nanti menjadi
raja setelah mereka sebelumnya bertapa. “Ternyata yang membuka dewegan ada
airnya itu Prabu Lembu Agung tetapi ia menolak menjadi raja karena sesuai
tradisi yang menjadi raja yang tertua,” katanya dan terjadi perkelahian karena
tidak mau menjadi raja itu.
Namun
akhirnya Tajimalela dan ketiga anaknya bermusyawarah dan memutuskan Prabu Lembu
Agung yang menjadi raja. “Dari Prabu Lembu Agung inilah keluar kata lisan Darma
Ngarajaan (hanya sekedar menjadi simbol raja saja, red) yang akhirnya menjadi
daerah Darmaraja,” katanya. Kini Makam Prabu Lembu Agung berada di Astana Gede
Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja.
Sementara
Tajimalela akhirnya bertapa ke Gunung Lingga hingga akhir hayatnya dan makamnya
juga berada di puncak Gunung Lingga Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu. Kerajaan
Sumedang Larang kian maju pesat dan akhirnya memintahkan keraton kerajaanya
dari Leuwihideung ke Ciguling Pasanggrahan dan dilanjutkan ke Kutamaya.
===========================================================
Kutipan
Tembong Agung Koran Pikiran Rakyat
Awalnya,
yang pertama mendirikan kerajaan di daerah Sumedang yaitu Dewa Guru Haji Putih,
sekitar 1479 Masehi. Ia merupakan saudara dari Prabu Sri Baduga Maharaja, Prabu
Siliwangi I, keturunan raja-raja Galuh. Dengan nama Kerajaan Tembong Agung yang
berpusat pemerintahan di Leuwihideung, Darmaraja, Prabu Dewa Guru Haji Putih
memiliki putra bernama Prabu Tajimalela yang kemudian meneruskan ayahnya
bertahta di Kerajaan Tembong Agung, tahun 1479-1492. Kerajaan Tembong Agung ini
lah, sebagai cikal bakal berdirinya kerajaan Sumedanglarang.
Ditinjau
dari segi asal usul kata (etimologi), Sumedanglarang berarti 'Tanah luas bagus
yang jarang bandingannya', rangkaian dari Su = bagus, Medang = luas dan Larang
= jarang bandingannya. Sedangkan nama kerajaan Sumedanglarang, berawal dari
nama Sumedang yang berarti 'aku lahir untuk memberi penerangan'. Insun Medal =
aku lahir, Insun Medangan = aku memberi penerangan yang saat itu diucapkan
Prabu Tajimalela saat terjadi keajaiban alam, ketika langit menjadi terang
benderang oleh cahaya melengkung menyerupai selendang (malela).
Konon,
menurut legenda, Prabu Tajimalela yang bergelar Batara Tuntang Buana atau Resi
Cakrabuana, saat itu memiliki tiga orang putra, masing-masing Prabu Lembu
Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun. Berdasarkan naskah
"Layang Darmaraja", untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada salah
seorang putranya, Prabu Tajimalela mengadakan sebuah ujian untuk Prabu Gajah
Agung dan Prabu Lembu Agung, tapi kedua putranya itu ternyata tidak berkehendak
menjadi raja.
Meski
Prabu Gajah Agung menyarankan Prabu Lembu Agung yang menjadi raja, Prabu Lembu
Agung malah menyerahkan agar adiknya yang menjadi raja. Akhirnya, Prabu
Tajimalela memerintahkan kedua putranya itu menuju Gunung Sangkan Jaya dan
menyuruh keduanya menunggui "sebilah pedang" dan sebuah "kelapa
muda". Saat menjalankan amanat itu, Prabu Gajah Agung yang tak kuasa
menahan dahaga, mengupas kelapa muda itu dan langsung meminumnya. Tindakan itu,
sempat diketahui oleh ayahnya, Prabu Tajimalela sehingga memutuskan Prabu Gajah
Agung yang menjadi raja di Sumedanglarang, dengan syarat harus mencari ibukota
sendiri.
Atas
titah ayahnya, Prabu Gajah Agung (Atmadibrata), selanjutnya memindahkan lokasi
ibukota dari Leuwihideung, Darmaraja ke Ciguling, Pasanggrahan, Sumedang
Selatan. Karena itu, ia disebut juga Prabu Pagulingan. Ia dikenal memiliki
keris yang sangat ampuh dengan nama Ki Dukun. Pusaka Keris ini, sampai sekarang
masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun. Namun, Prabu Gajah Agung yang
memerintah antara 1492-1502, akhirnya wafat dan dimakamkan di Cicanting Darmaraja.
Dua putranya, terdiri Ratu Isteri Rajamantri yang dipersunting Prabu Siliwangi
Ratu Dewata (cucu Prabu Siliwangi I) dan Sunan Guling (Mertalaya) yang
meneruskan menjadi raja Sumedanglarang (1502-1515).
Sementara
itu, Prabu Lembu Agung meneruskan menjadi raja di Tembong Agung. Namun, tidak
berlangsung lama. Ia disebut Prabu Peteng Aji dan seperti halnya Putra ketiga
Prabu Tajimalela, Sunan Geusan Ulun memilih menjadi seorang petapa/resi. Ia
kemudian menurunkan keturunan yang tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes.
Sunan Guling, kemudian digantikan putranya, Sunan Tuakan (Tirta Kusuma) dan
setelah wafat digantikan putrinya bernama Nyi Mas Ratu Dituakan yang menikah
dengan Sunan Corenda, cucu Prabu Siliwangi Ratu Dewata.
"Urang
Sumedang tong poho "Ka-sumedangan-na" cag ah...braya"
Langganan:
Postingan (Atom)